Rabu, 19 Agustus 2009

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.4

Harta yang Pemiliknya Merasa Cukup



Harta yang baik sebagai rezeki dari Allah adalah harta yang tidak menggerogoti jiwa pemiliknya. Harta tersebut tidak seperti air laut, yang setiap kali kita meminumnya jika haus, akan membuat kita makin haus. Harta yang baik adalah harta yang pemiliknya merasa cukup dengan harta itu. ia tidak silau dengan kemegahan dan kemewahan. Hidupnya sederhana, karena ia merasa dengan harta itu sudah cukup.



Kriteria cukup ini punyai kaitan erat dengan hal pertama dan kedua. Tanpa rasa cukup pada dirinya, mana mungkin seseorang akan membelanjakan hartanya di jalan Allah, maupun sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ia akaan terus berasalan bahwa kebutuhannya belum cukup sehingga belum bisa berinfak maupun beramal. Ketika dimintai sumbangan masjid, ia berdalih masih harus memperbaiki atap rumah atau kraan dapur yang bocor. Saat perpustakaan sekolah membutuhkan buku-buku bermutu ia tidak mau berpatisipasi karena anaknya sendiri pun masih butuh buku. Pokoknya, ia hanya mau beramal dengan hartanya kalau semua kebutuhannya sudah terpenuhi. Padahal adakah seseorang seperti itu merasa cukup dengan kebutuhannya? Ketika masih kontrak rumah, ia tidak mengeluarkan hartanya untuk berjihad dengan dalih mau beli rumah, ketika sudah membeli rumah, mengisi perabotan dan peralatan rumah menjadi alasan. Ketika semua sudah lengkap, renovasi rumah ganti menjadi dalih. Berikutnya renovasi dan beli rumah lagi yang lebih besar. Akhirnya, saampaai kapan ia merasa cukup?



Oleh karena itu, harta yang baik adalah harta yang membuat pemiliknya merasa cukup. Keuntungannya, adalah ia tidak diperbudak hawa nafsu dengan harta itu. hidupnya akan tenang, tidak ngoyo dalam mengejar dunia. Kedua, dengan kecukupannya, ia bisa menafkahkannya hartanya di jalan Allah atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, meskipun antara kecukupan atau keinginan untuk beramal adalah sesuatu yang berbeda. Bisa jadi seseorang merasa cukup dengan hartanya, tapi ia tidak tergerak untuk beramal. Namun yang jelas, kalau seseorang masih merasa kurang dengan hartanya ia tidak akan mungkin beramal.



Ciri-ciri harta yang baik dapat kita amati dari kehidupan para sahabat Nabi Muhammad SAW, salah satunya Abdurrahman bin Auf. Salah satu sahabat yang paling kaya, ia tidak merasakan masalah ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Padahal dengan hijrah tersebut semua harta bendanya harus ditinggalkan begitu saja, sementara di Madinah belum tahu nasibnya seperti apa. Ia hijrah dengan tidak membawa apa-apa. Di Madinah ia persaudarakan dengan salah seorang Muslim Madinah yang memberikan materi bahkan mencarikan istri baginya. Abdurrahman menolak dan hanya berkata, “Tolong tunjukkan saja di mana letaknya pasar Madinah!” Ia berdagang dan berusaha lagi sehingga akhirnya menjadi kaya kembali. Dalam sejarah, ia tercatat pernah memberikan utang sepertiga penduduk Madinah. Ia juga pernah membeli tanah seharga 40 ribu dinar dan dibagikan kepada keluarga Nabi dan kaum muslimin yang fakir. Suatu ketika ia menyediakan 1500 ekor ekor kuda untuk keperluan jihad. Pada saat meninggal, ia mewasiatkan agar para veteran Perang Badar diberikan masing-masing 400 dinar. Sampai-sampaai Ustman bin Affan, salah satu sahabat yang juga kaya pun mengambil bagiannya, Utsman berkata, “Sesungguhnya harta Abdurrahman halal dan suci dan makan dari harta itu sehat serta berkah.”



Itulah contoh harta yang baik, Abu Bakar as-Shiddiq sahabat Nabi Muhammad SAW paling senior pernah menyerahkan seluruh hartanya kepada Nabi Muhammad SAW untuk digunakan bagi kepentingan umum, Nabi Muhammad SAW sendiri kaget, “Nanti engkau dan keluargamu makan apa, wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Cukup Allah yang menjamin hidupku dan keluargaku.” Abu Bakar adalah puncak dari sosok seseorang yang merasa cukup dengan rezeki harta yang diberikan Allah kepadanya.





Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.4

Harta yang Pemiliknya Merasa Cukup



Harta yang baik sebagai rezeki dari Allah adalah harta yang tidak menggerogoti jiwa pemiliknya. Harta tersebut tidak seperti air laut, yang setiap kali kita meminumnya jika haus, akan membuat kita makin haus. Harta yang baik adalah harta yang pemiliknya merasa cukup dengan harta itu. ia tidak silau dengan kemegahan dan kemewahan. Hidupnya sederhana, karena ia merasa dengan harta itu sudah cukup.



Kriteria cukup ini punyai kaitan erat dengan hal pertama dan kedua. Tanpa rasa cukup pada dirinya, mana mungkin seseorang akan membelanjakan hartanya di jalan Allah, maupun sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ia akaan terus berasalan bahwa kebutuhannya belum cukup sehingga belum bisa berinfak maupun beramal. Ketika dimintai sumbangan masjid, ia berdalih masih harus memperbaiki atap rumah atau kraan dapur yang bocor. Saat perpustakaan sekolah membutuhkan buku-buku bermutu ia tidak mau berpatisipasi karena anaknya sendiri pun masih butuh buku. Pokoknya, ia hanya mau beramal dengan hartanya kalau semua kebutuhannya sudah terpenuhi. Padahal adakah seseorang seperti itu merasa cukup dengan kebutuhannya? Ketika masih kontrak rumah, ia tidak mengeluarkan hartanya untuk berjihad dengan dalih mau beli rumah, ketika sudah membeli rumah, mengisi perabotan dan peralatan rumah menjadi alasan. Ketika semua sudah lengkap, renovasi rumah ganti menjadi dalih. Berikutnya renovasi dan beli rumah lagi yang lebih besar. Akhirnya, saampaai kapan ia merasa cukup?



Oleh karena itu, harta yang baik adalah harta yang membuat pemiliknya merasa cukup. Keuntungannya, adalah ia tidak diperbudak hawa nafsu dengan harta itu. hidupnya akan tenang, tidak ngoyo dalam mengejar dunia. Kedua, dengan kecukupannya, ia bisa menafkahkannya hartanya di jalan Allah atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, meskipun antara kecukupan atau keinginan untuk beramal adalah sesuatu yang berbeda. Bisa jadi seseorang merasa cukup dengan hartanya, tapi ia tidak tergerak untuk beramal. Namun yang jelas, kalau seseorang masih merasa kurang dengan hartanya ia tidak akan mungkin beramal.



Ciri-ciri harta yang baik dapat kita amati dari kehidupan para sahabat Nabi Muhammad SAW, salah satunya Abdurrahman bin Auf. Salah satu sahabat yang paling kaya, ia tidak merasakan masalah ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Padahal dengan hijrah tersebut semua harta bendanya harus ditinggalkan begitu saja, sementara di Madinah belum tahu nasibnya seperti apa. Ia hijrah dengan tidak membawa apa-apa. Di Madinah ia persaudarakan dengan salah seorang Muslim Madinah yang memberikan materi bahkan mencarikan istri baginya. Abdurrahman menolak dan hanya berkata, “Tolong tunjukkan saja di mana letaknya pasar Madinah!” Ia berdagang dan berusaha lagi sehingga akhirnya menjadi kaya kembali. Dalam sejarah, ia tercatat pernah memberikan utang sepertiga penduduk Madinah. Ia juga pernah membeli tanah seharga 40 ribu dinar dan dibagikan kepada keluarga Nabi dan kaum muslimin yang fakir. Suatu ketika ia menyediakan 1500 ekor ekor kuda untuk keperluan jihad. Pada saat meninggal, ia mewasiatkan agar para veteran Perang Badar diberikan masing-masing 400 dinar. Sampai-sampaai Ustman bin Affan, salah satu sahabat yang juga kaya pun mengambil bagiannya, Utsman berkata, “Sesungguhnya harta Abdurrahman halal dan suci dan makan dari harta itu sehat serta berkah.”



Itulah contoh harta yang baik, Abu Bakar as-Shiddiq sahabat Nabi Muhammad SAW paling senior pernah menyerahkan seluruh hartanya kepada Nabi Muhammad SAW untuk digunakan bagi kepentingan umum, Nabi Muhammad SAW sendiri kaget, “Nanti engkau dan keluargamu makan apa, wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Cukup Allah yang menjamin hidupku dan keluargaku.” Abu Bakar adalah puncak dari sosok seseorang yang merasa cukup dengan rezeki harta yang diberikan Allah kepadanya.





Senin, 17 Agustus 2009

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.3

Harta yang Bermanfaat Bagi Orang Lain



Berikutnya adalah rezeki harta yang membawa manfaat bagi umat manusia. Contoh klasik adalah harta yang dibelanjakan untuk keperluan amal jariah seperti pembangunan masjid, gedung untuk sekolah, rumah sakit, panti asuhan, penampungan oraang jompo, dan sebagainya. Seseorang yang menggunakan kelebihan hartanya untuk kepentingan seperti itu akan mendapatkan imbalannya secara jariah, yaitu tidak terputus-putus selama dimanfaatkan oleh orang lain meskipun ia telah meninggal. Hanya sebagaimana ciri harta yang pertama, maka cara mendapatkannya pun harus halal.



Memang tidak sedikit orang yang mendapatkan harta haram kemudian menafkahkannya untuk kepentingan agama atau masyarakaat umum dengan alasan supaya bersih. Misalnya seseorang yang melakukan korupsi, sebagian harta korupsi tadi dipakai untuk menyumbang masjid atau membangun rumah sakit. Menurut HM. Syaiful M. Maghsri penggunaan harta seperti ini, walaupun ikhlas tidak akan di terima oleh Allah. Hartanya pun terkategori harta yang tidak baik.



Jadi, harta yang baik salah satunya adalah karena ia dimanfaatkan untuk orang banyak. Orang, terutamaa kalangan bawah bisa ikut merasakan harta yang dimilikinya karena harta itu dipakai bersama-sama seberapa pun kecilnya. Sedikit apa pun, usahakan harta kita bermanfaat buat orang lain. Sebab, hakikatnya rezeki itu pemberian Allah. Milik Allah tidak perlu ragu untuk membelanjakannya di jalan-Nya atau untuk kepentingan makhluk-makhluk-Nya. Maka akan indah sekali dunia apabila setiap manusia saling membantu dalam kebaikan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al-Maa’idah : 2, “Tolong-menolonglah kalian dalaam kebaikan dan takwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan keburukan.”

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.3

Harta yang Bermanfaat Bagi Orang Lain



Berikutnya adalah rezeki harta yang membawa manfaat bagi umat manusia. Contoh klasik adalah harta yang dibelanjakan untuk keperluan amal jariah seperti pembangunan masjid, gedung untuk sekolah, rumah sakit, panti asuhan, penampungan oraang jompo, dan sebagainya. Seseorang yang menggunakan kelebihan hartanya untuk kepentingan seperti itu akan mendapatkan imbalannya secara jariah, yaitu tidak terputus-putus selama dimanfaatkan oleh orang lain meskipun ia telah meninggal. Hanya sebagaimana ciri harta yang pertama, maka cara mendapatkannya pun harus halal.



Memang tidak sedikit orang yang mendapatkan harta haram kemudian menafkahkannya untuk kepentingan agama atau masyarakaat umum dengan alasan supaya bersih. Misalnya seseorang yang melakukan korupsi, sebagian harta korupsi tadi dipakai untuk menyumbang masjid atau membangun rumah sakit. Menurut HM. Syaiful M. Maghsri penggunaan harta seperti ini, walaupun ikhlas tidak akan di terima oleh Allah. Hartanya pun terkategori harta yang tidak baik.



Jadi, harta yang baik salah satunya adalah karena ia dimanfaatkan untuk orang banyak. Orang, terutamaa kalangan bawah bisa ikut merasakan harta yang dimilikinya karena harta itu dipakai bersama-sama seberapa pun kecilnya. Sedikit apa pun, usahakan harta kita bermanfaat buat orang lain. Sebab, hakikatnya rezeki itu pemberian Allah. Milik Allah tidak perlu ragu untuk membelanjakannya di jalan-Nya atau untuk kepentingan makhluk-makhluk-Nya. Maka akan indah sekali dunia apabila setiap manusia saling membantu dalam kebaikan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al-Maa’idah : 2, “Tolong-menolonglah kalian dalaam kebaikan dan takwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan keburukan.”

Rabu, 12 Agustus 2009

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.2

Harta yang Mendekatkan Pemiliknya Kepada Allah

Menurut HM. Syaiful M. Maghsri harta yang baik adalah harta yang didapat dari cara yang halal dan harta tersebut makin mendekatkan pemiliknya dengan Allah. Ia menuturkan harta yang justru menjauhkan pemiliknya dengan Allah adalah musibah. Syaiful memaparkan tipe manusia seperti ini jelas tidak akan bersyukur atas apa yang telah diterimanya. Ia memberi contoh, seorang manajer mempunyai penghasilan yang besar dari usaha yang halal. Namun, karena seharian penat bekerja maka malam harinya ia pergi nightclub dan berhura-hura dengan minum-minuman keras, keceriaannya di malam itu untuk menghilangkan kepenatan justru melanggar tuntutan agama. Harta semacam itu, meski didapatkan dengan cara yang halal, merupakan harta yang tidak baik karena dibelanjakan dengan cara yang batil.

Hal yang semestinya dilakukan manajer tersebut adalah ia siang hari bekerja keras, pulang kantor ia langsung pulang untuk bercengkerama dengan anak dan istrinya. Kehadirannya dia di tengah keluarga akan membawa keceriaan sejati di rumahnya. Harta yang dia dapatkan sebagai hasil usaha keras di siang hari, dibelikan mainan dan hadiah untuk anak ataupun istrinya. Bisa juga ia mencari aktivitas lain dengan menghadiri acara-acara majelis zikir atau ilmu. Harta yang didapatkan dipakainya untuk menambah ilmu atau membantu saudara-saudaranya yang lain. Harta yang dibelanjakan tidak saja dengan cara yang benar, tapi juga agar mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq adalah harta yang baik. Harta yang tidak akan dihisab, kecuali dengan diberikan imbalan yang berlipat ganda seperti janji Allah;

“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir tumbuh seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas karunia-Nya lagi Maha Menngetahui.” (Al-Baqarah : 261)

Dapat dibayangkan betapa besar imbalan yang diberikan Allah bagi mereka yang menggunakan hartanya untuk keperluan agama dan masyarakat luas. Menggunakannya seribu rupiah setara dengan tujuh ratus ribu rupiah. Bagaimana kalau sejuta? Bagaimana kalau lebih dari itu? Itu pun janji Allah bisa lebih dari sekadar perkalian tujuh ratus. Hanya saja, kalau di peruntukkan sebagai pemberian kepada orang lain, maka dilarang dengan menyakiti atau mengukit-ungkit pemberian itu. Juga, tidak pamer agar terlihat orang lain meskipun menampakkan pemberian tidak dilarang.

Dalam lanjutan ayat tersebut Allah memberikan perumpamaan jika seseorang menafkahkan hartanya di jalan Allah tapi dengan cara menyebut-nyebut pemberian tersebut dan dengan maksud riya’ maka ia laksana tanah di atas batu licin. Tanah itu akan segera lenyap dengan adanya embusan angin atau hujan deras. Sementara, orang yang menafkahkannya dengan keridhaan diri ingin mendekatkan dirinya dengan Allah maka ia seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu akan menghasilkan buah yang berlipat ganda. Kalau pun hujan lebat tidak menyiramnya, hujan rintik-rintik pun dapat membuat kebun tersebut berbuah dengan baik.

Jadi, syarat harta yang baik adalah harta yang didapat dengan cara halal kemudian digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta berupa pemberian kepada orang lain dengan tidak menyakiti yang bersangkutan atau bermaksud riya’ (pamer). Semangkin ia menggunakan harta itu, semangkin ia dekat dengan Allah dan bertambah ketakwaannya. Itulah ciri rezeki harta yang baik.

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.2

Harta yang Mendekatkan Pemiliknya Kepada Allah

Menurut HM. Syaiful M. Maghsri harta yang baik adalah harta yang didapat dari cara yang halal dan harta tersebut makin mendekatkan pemiliknya dengan Allah. Ia menuturkan harta yang justru menjauhkan pemiliknya dengan Allah adalah musibah. Syaiful memaparkan tipe manusia seperti ini jelas tidak akan bersyukur atas apa yang telah diterimanya. Ia memberi contoh, seorang manajer mempunyai penghasilan yang besar dari usaha yang halal. Namun, karena seharian penat bekerja maka malam harinya ia pergi nightclub dan berhura-hura dengan minum-minuman keras, keceriaannya di malam itu untuk menghilangkan kepenatan justru melanggar tuntutan agama. Harta semacam itu, meski didapatkan dengan cara yang halal, merupakan harta yang tidak baik karena dibelanjakan dengan cara yang batil.

Hal yang semestinya dilakukan manajer tersebut adalah ia siang hari bekerja keras, pulang kantor ia langsung pulang untuk bercengkerama dengan anak dan istrinya. Kehadirannya dia di tengah keluarga akan membawa keceriaan sejati di rumahnya. Harta yang dia dapatkan sebagai hasil usaha keras di siang hari, dibelikan mainan dan hadiah untuk anak ataupun istrinya. Bisa juga ia mencari aktivitas lain dengan menghadiri acara-acara majelis zikir atau ilmu. Harta yang didapatkan dipakainya untuk menambah ilmu atau membantu saudara-saudaranya yang lain. Harta yang dibelanjakan tidak saja dengan cara yang benar, tapi juga agar mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq adalah harta yang baik. Harta yang tidak akan dihisab, kecuali dengan diberikan imbalan yang berlipat ganda seperti janji Allah;

“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir tumbuh seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas karunia-Nya lagi Maha Menngetahui.” (Al-Baqarah : 261)

Dapat dibayangkan betapa besar imbalan yang diberikan Allah bagi mereka yang menggunakan hartanya untuk keperluan agama dan masyarakat luas. Menggunakannya seribu rupiah setara dengan tujuh ratus ribu rupiah. Bagaimana kalau sejuta? Bagaimana kalau lebih dari itu? Itu pun janji Allah bisa lebih dari sekadar perkalian tujuh ratus. Hanya saja, kalau di peruntukkan sebagai pemberian kepada orang lain, maka dilarang dengan menyakiti atau mengukit-ungkit pemberian itu. Juga, tidak pamer agar terlihat orang lain meskipun menampakkan pemberian tidak dilarang.

Dalam lanjutan ayat tersebut Allah memberikan perumpamaan jika seseorang menafkahkan hartanya di jalan Allah tapi dengan cara menyebut-nyebut pemberian tersebut dan dengan maksud riya’ maka ia laksana tanah di atas batu licin. Tanah itu akan segera lenyap dengan adanya embusan angin atau hujan deras. Sementara, orang yang menafkahkannya dengan keridhaan diri ingin mendekatkan dirinya dengan Allah maka ia seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu akan menghasilkan buah yang berlipat ganda. Kalau pun hujan lebat tidak menyiramnya, hujan rintik-rintik pun dapat membuat kebun tersebut berbuah dengan baik.

Jadi, syarat harta yang baik adalah harta yang didapat dengan cara halal kemudian digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta berupa pemberian kepada orang lain dengan tidak menyakiti yang bersangkutan atau bermaksud riya’ (pamer). Semangkin ia menggunakan harta itu, semangkin ia dekat dengan Allah dan bertambah ketakwaannya. Itulah ciri rezeki harta yang baik.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.1

Harta Yang Baik



Menurut HM. Syaiful M. Maghsri Rezeki dalam pandangan manusia kebanyakan adalah karunia berupa harta. Allah memberikan rezki kepada manusia dalam segala kondisi, artinya mannusia bisa mendapatkannya dengan cara yang halal, bisa pula dengan caara yang haram. Harta haram juga merupakan rezeki dari Allah, tapi Allah memberikan dengan tidak “rela”. Dalam menangkap rezeki yang yang dicurahkan oleh-Nya, manusia dianjurkan dengan cara yang halal. Misalnya dengan bekerja keras sesuai tuntutan yang telah diberikan agaama.
Kriteria awal harta yang baik adalah harta yang didapat dengan cara yang baik. Bagaimana cara mendapatkan harta yang baik. Kriteria berikutnya mengenai harta yang baik sebagai rezeki dari Allah adalah penggunaannya pun secara baik pula., seperti apakah harta yang baik dilihat dari penggunaannya.

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi) V.1

Harta Yang Baik



Menurut HM. Syaiful M. Maghsri Rezeki dalam pandangan manusia kebanyakan adalah karunia berupa harta. Allah memberikan rezki kepada manusia dalam segala kondisi, artinya mannusia bisa mendapatkannya dengan cara yang halal, bisa pula dengan caara yang haram. Harta haram juga merupakan rezeki dari Allah, tapi Allah memberikan dengan tidak “rela”. Dalam menangkap rezeki yang yang dicurahkan oleh-Nya, manusia dianjurkan dengan cara yang halal. Misalnya dengan bekerja keras sesuai tuntutan yang telah diberikan agaama.
Kriteria awal harta yang baik adalah harta yang didapat dengan cara yang baik. Bagaimana cara mendapatkan harta yang baik. Kriteria berikutnya mengenai harta yang baik sebagai rezeki dari Allah adalah penggunaannya pun secara baik pula., seperti apakah harta yang baik dilihat dari penggunaannya.

Kamis, 06 Agustus 2009

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi)

Rezeki Yang Baik

Rezeki, sebagaimana juga jodoh dan kematian merupakan takfir Allah. Namun demikian, masih saja manusia mempersoalkannya, walaupun Allah pula yang menyatakan bahwaa kita masih punya “andil” dalam menentukan takdirnya. Misalnya dengan berusaha dan berdoa. Dengan semangkin keras kita berusaha, rezeki akan mudah didapat. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengajarkan tindakan-tindakan untuk memperlancar datangnya rezeki antaranya dengan bersilaturahmi.

Syaiful M. Maghsri memaparkan bahwasanya persoalan yang selalu menghinggapi sebagian manusia soal rezeki adalah saat menerimanya. Menurut ia juga salah satu sifat manusia adalah kurang puas, terutama soal materi. Bahkan, apabila mendapat emas gunung, masih akan mengincar dan mengusahakan supaya bisa menjadi dua gunung, demikian sabda Nabi Muhammad SAW, “Tidak banyak orang yang bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah kepadanya”. Allah menyatakan, “Sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” Ketiadaan rasa syukur ini menghambat manusia melihat rezeki yang telah diterimanya.

Padahal nikmat Allah yang diberikan kepada manusia sangat baanyak. Mulai dari baangun tidur hingga kembali mata terlelap di larut malam, niscaya kitaa kerepotan menghitungnya. Misalnya, tatkala bangun pagi kita mendapatkan diri kita tidur dalam kasur yang empuk. Barangkali lima atau sepuluh tahun lalu kita masih tidur pada tikar di atas balai-balai sehingga ketika bangun badan pegal-pegal semua. Saat mengambil air wudhu kita merasakan kesegaran air di kamar mandi kita yang mengalir di antara sela-sela jari maupun wajah kita.

Salah satu kiat gampang mensyukuri rezekidari Allah adalah dengan menbandingkan orang lain atau kita sendiri pada kondisi yang lebih buruk. Dengan selalu dihadapkan pada kondis seperti itu tentu manusia akan sering bersyukur.

Melihat apa saja yang ada sebagai rezeki memang tidak gampang. Menurut HM. Syaiful M. Maghsri, manusia sering mengukur keberadaan rezeki dengan harta yang di punyainya. Padaahal rezeki yang diberikan Allah tidak melulu bersifat materi. Ia juga memaparkan (HM. Syaiful M. Maghsri-pem) bahwasanya masyarakat umum memang sering mengartikan rezeki dengan harta atau bahkan uang. Sebenarnya rezeki bisa saja tidak beruhpa harta, dia bisa saja berupa sesuatu yang sifatnya non materi, dan ia bisa merupakan suatu keadaan yang menjadikan kita mau bersyukur kepada-Nya.

Harta Dan Rezeki Yang Baik ( By Bioenergi)

Rezeki Yang Baik

Rezeki, sebagaimana juga jodoh dan kematian merupakan takfir Allah. Namun demikian, masih saja manusia mempersoalkannya, walaupun Allah pula yang menyatakan bahwaa kita masih punya “andil” dalam menentukan takdirnya. Misalnya dengan berusaha dan berdoa. Dengan semangkin keras kita berusaha, rezeki akan mudah didapat. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengajarkan tindakan-tindakan untuk memperlancar datangnya rezeki antaranya dengan bersilaturahmi.

Syaiful M. Maghsri memaparkan bahwasanya persoalan yang selalu menghinggapi sebagian manusia soal rezeki adalah saat menerimanya. Menurut ia juga salah satu sifat manusia adalah kurang puas, terutama soal materi. Bahkan, apabila mendapat emas gunung, masih akan mengincar dan mengusahakan supaya bisa menjadi dua gunung, demikian sabda Nabi Muhammad SAW, “Tidak banyak orang yang bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah kepadanya”. Allah menyatakan, “Sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” Ketiadaan rasa syukur ini menghambat manusia melihat rezeki yang telah diterimanya.

Padahal nikmat Allah yang diberikan kepada manusia sangat baanyak. Mulai dari baangun tidur hingga kembali mata terlelap di larut malam, niscaya kitaa kerepotan menghitungnya. Misalnya, tatkala bangun pagi kita mendapatkan diri kita tidur dalam kasur yang empuk. Barangkali lima atau sepuluh tahun lalu kita masih tidur pada tikar di atas balai-balai sehingga ketika bangun badan pegal-pegal semua. Saat mengambil air wudhu kita merasakan kesegaran air di kamar mandi kita yang mengalir di antara sela-sela jari maupun wajah kita.

Salah satu kiat gampang mensyukuri rezekidari Allah adalah dengan menbandingkan orang lain atau kita sendiri pada kondisi yang lebih buruk. Dengan selalu dihadapkan pada kondis seperti itu tentu manusia akan sering bersyukur.

Melihat apa saja yang ada sebagai rezeki memang tidak gampang. Menurut HM. Syaiful M. Maghsri, manusia sering mengukur keberadaan rezeki dengan harta yang di punyainya. Padaahal rezeki yang diberikan Allah tidak melulu bersifat materi. Ia juga memaparkan (HM. Syaiful M. Maghsri-pem) bahwasanya masyarakat umum memang sering mengartikan rezeki dengan harta atau bahkan uang. Sebenarnya rezeki bisa saja tidak beruhpa harta, dia bisa saja berupa sesuatu yang sifatnya non materi, dan ia bisa merupakan suatu keadaan yang menjadikan kita mau bersyukur kepada-Nya.